Pernahkah anda jatuh cinta? Setiap orang di dunia pasti pernah
mengalami hal tersebut. Ketika sedang terkena “virus” ini, kita selalu
merindukan si dia. Saat bertemu dengannya, kita pun betah untuk berlama-lama
hanya untuk mengobrol ringan, bersenda gurau, ataupun mendengar curhat
dari si dia. Waktupun terasa berjalan begitu cepat berlalu. Begitulah gambaran
orang-orang yang sedang jatuh cinta, ingin selalu berdua dengan si dia. Nah,
Allah swt adalah kekasih yang mengasihi kita apa adanya. Dia mengasihi kita
tanpa mengharap apapun. Dia memaafkan apapun kesalahan kita, asal kita
menyesalinya dengan sungguh-sungguh. Ampunan-Nya lebih besar dari dosa-dosa
yang kita lakukan, dan kasih sayang-Nya jauh lebih besar dari yang kita harapkan. Dia adalah
sang kekasih sejati yang mencintai kita, menyayangi kita, mengasihi kita, tanpa
mengharap apapun dari kita. Dialah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang,
Mahakarya tanpa apapun dari makhluk-Nya.
Saat melaksanakan qiyamul lail [1] , kita dapat bercengkerama (munajat) dengan Sang Kekasih Sejati, Allah swt,
Tuhan yang Maha Esa, dalam suasana kedekatan yang “intim”. Hanya ada kita dan
Allah swt. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita merasa nyaman dan senang
dengan berlama-lama “berduaan” dengan-Nya.
Mungkin timbul pertanyaan dalam diri kita,
“Kita bisa mencintai seseorang karena kita bisa melihat keindahannya. Lalu
bagaimana dengan Allah swt yang tidak bisa kita lihat?” kita jawab begini,
“Kita bisa saja mencintai dan bercengkerama dengan seseorang yang kita cintai
tanpa melihat dirinya. Lihat saja fenomena saat ini, banyak remaja kita yang
ber-SMS-an ria tanpa melihat dengan siapa dia berkomunikasi. Kita tak melihat
dengan siapa ber-SMS, namun kita sudah merasa puas.” Lalu, kembali timbul
pertanyaan dalam diri kita, “Jika dengan SMS,
kita bisa tanya jawab, bahkan curhat, melalui tulisan tanpa
melihat lawan bicara kita, lalu bagaimana kita bercengkerama dengan-Nya? Kita
tak tahu jawaban dari-Nya?” bisa kita jawab begini, “Apakah kita ragu bahwa Dia
bisa mendengar segala yang kita ungkapkan? Bukankah Dia Maha Mendengar? Jika
Maha Mendengar, tentunya Dia juga akan menjawab (mengabulkan) segala apa yng
kita curahkan.” Kita yakin bahwa jawaban-Nya jauh melebihi yang kita duga.
Ingat kasih sayang dan cinta-Nya jauh lebih besar dari yang kita perkirakan.
Barangkali jawban dari kekasih kita lewat SMS hanyalah basa-basi ataupun rayuan
gombal untuk sekedar menghibur kita. Namun apakah Dia juga begitu? Tidak, Dia
selalu menepati janji-Nya, tak ada istilah rayuan gombal atau basa-basi
menghibur dalam “kamus”-Nya. Dia lebih dekat dari urat nadi kita.
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ
أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ -١٦-
“Dan sungguh, Kami telah Menciptakan manusia
dan Mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya
daripada urat lehernya”. (Q.S Qaf [50] : 16)
Pendorong utama kita mau melaksanakan qiyamul
lail adalah keimanan yang tebal. Bukankah iman yang tebal akan menambah
kekhusuykan kita dalam beribadah? Nabi saw bersabda: “Iman adalah jika engkau
menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya: dan jika tidak mampu, maka Dia
sungguh melihatmu.” Nah, inilah sebenarnya kunci yang bisa membuka hati dan
pikiran agar mau mengerjakan perbuatan yang baik dan menghindari perbuatan
buruk. Pada saat beribadah kepada-Nya kita harus benar-benar insaf bahwa Dia
melihat kita. Kita diawasi oleh-Nya. Dia Maha Melihat kapan pun di mana pun
kita berada.
Pernahkah anda memperhatikan seorang buruh
atau karyawan? Tidak jarang seorang karyawan giat dan terlihat rajin bekerja
saat ada majikan. Dia berharap, dengan bekerja keras, sang majikan akan
menaikkan gajinya. Ketika sang majikan tidak ada, dia bekerja sekadarnya,
bahkan sambil ngobrol dengan beberapa teman di sebelahnya. “Bukankah tak ada
yang melihat?” begitu yang terlintas dalam pikirannya.
Namun sadarkah kita bahwa Allah terus mengawasi gerak-gerik kita? Bahkan apa
yang terlintas dalam pikiran juga diketahui oleh-Nya. Oleh karena itu, kita
seharusnya sangat bersemangat untuk melaksanakan qiyamul lail karena Dia
melihat kita. Kita ingin Dia melihat kita selalu dalam perbuatan baik. Kita
usahakan sisa umur kita, yang tak diketahui sampai kapan, diisi dengan
perbuatan-perbuatan terpuji. Kita yakin bahwa Dia akan “menggaji” kita, jauh
dari hitungan matematis yang selama ini kita pahami.
Selanjutnya, iman yang kuat ini akan
melahirkanrasa khusyuk. Kekhusyukan inalah yang menjadikan ibadah terasa
nikmat. Andaikata kita melakukan shalat tanpa disertai kekhusyukan , misalnya
sambil mengingat hal-hal lain, kita sebenarnya sedang “menghina” dan mencuekin
Allah swt. Kok bisa? Coba bayangkan atau barangkali kita pernah
mengalami. Ada seorang teman yang sedang bercerita atau curhat, namun ia
mengatakannya sambil menoleh atau bermain-main dengan HP-nya, sedangkan kita
menatapnya dengan antusias. Lalu apa kira-kira yang ada di pikiran kita? Teman
tersebut kita anggap sebagai orang yang tidak sopan, bahkan menghina kita. Dia
bercerita sambil menoleh atau bermain HP sama saja dengan main-main, tidak
bersungguh-sungguh bahkan bisa jadi menghina kita.
Orang yang tubuhnya sedang shalat, sementara
hati dan pikirannya sedang “di dapur”, “di kantor”, “di pasar”, “di kampus” dan
seterusnya. Sama saja dengan orang yang mengobrol sambil main-main HP. Sadarkah
Anda, saat kita beribadah (shalat), kita sebenarnya sedang bercengkerama dengan
Sang Kekasih Sejati. Karena itu, ketika shalat kita usahakan seluruh pikiran
kita terfokus dan konsentras hanya kepada-Nya. Untuk beberapa menit kita
lupakan segala permasalahan kantor, tagihan telepon yang membengkak di bulan
ini, dan seterusnya. Dalam waktu yang hanya beberapa menit ini, kita curahkan
segala pikiran kita hanya untuk-Nya.
[1] Qiyam
artinya ‘berdiri’ atau ‘bangun’, sedangka al-lail berarti malam. Jadi, qiyamul
lail bangun pada waktu malam untuk beribadah kepada Allah swt dengan berdzikir,
membaca al-Qur’an, beritikaf, atau melaksanakan shalat sunnah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar